Minggu, 18 Oktober 2009

TUA BUKAN ALASAN UNTUK MALAS BERCINTA

Belakangan ini makin banyak orang-orang paruh baya, terutama wanita, yang dengan bangga mengakui mereka masih aktif secara seksual. Ini tentu bertolak belakang dengan anggapan masyarakat bahwa wanita setengah baya tak lagi punya mood untuk bercinta.

Wanita-wanita paruh baya yang masih in the mood ini rupanya ingin memberi contoh pada anak, bahkan cucunya, bahwa mereka masih sehat, aktif, berolahraga, mengikuti tren, bahkan tak mengecewakan soal urusan ranjang.

Sebuah studi di Swedia menunjukkan wanita di usia awal 70-an lebih menikmati dan melakukan hubungan seks lebih sering dibanding saat usia mereka 30 atau 40 tahun. Dalam artikel Older women talk about sex (www.self-helpmagazine.com), Beverly Johnson, dari Universitas Vermont, mewawancarai wanita berusia 50 tahun ke atas dalam studi tentang wanita dan seksualitas.

Secara umum, para wanita di usia paruh baya ini menilai dirinya sendiri sudah berpengalaman dan liberal tentang seksualitas mereka sendiri. 85 responden persen menjawab mereka akan melakukan aktivitas seks sampai mereka tak sanggup lagi. Ini membuktikan bahwa secara fisik mereka masih prima.

Selain itu, 90 persen berkeyakinan bahwa seks bukan hanya untuk orang muda. Dua pertiga wanita juga mengatakan mereka masih tertarik melakukan penetrasi seksual dan hanya 35 persen yang mengakui gairah mereka mulai memudar seiring usia. Tidak buruk, kan?
Seksolog Elmari Craig dan ahli injil Hennie Stander, penulis buku A-Z van Sex, mengungkapkan bahwa perubahan fisik yang terjadi karena faktor penuaan sangat berpengaruh pada urusan di tempat tidur.

"Wanita setengah baya tentu butuh dirangsang lebih lama dan stimulasi yang lebih bervariasi karena lubrikasi mereka umumnya terganggu," katanya. Akibatnya, tentu butuh waktu lebih lama untuk mencapai orgasme karena sensasi dari rangsangan mungkin tak seintens seperti dulu.

Pada pria, kemunduran fisik paling jelas tampak. Kalau dulu "yunior" gampang greng, kini butuh waktu lebih lama untuk mendapatkan ereksi dan tentu tak sehebat dulu.

Karena itu, orang yang sudah paruh baya sebaiknya bersikap realistis terhadap kemampuan seksualnya. Ekspektasi yang realistis itu pada akhirnya akan menghasilkan kepuasan. Kaum lanjut usia juga bisa mengubah konsep mereka tentang hubungan seks. Bahwa hubungan intim itu tak terbatas pada kegiatan senggama.

Selain itu, pasangan paruh baya juga bisa mencoba teknik-teknik baru untuk menuju kenikmatan seksual. Optimalkan indera raba lewat belaian dan pijatan, dari yang romantis sampai erotis. Tak ada salahnya pula melakukan seks oral atau saling bermartubasi.

"Seks adalah tentang fantasi. Pada usia ini, masing-masing sudah paham tubuh pasangan luar dalam. Karena itu kita perlu berdamai dengan bentuk tubuh sendiri. Saya tidak lagi memandang suami sebagai pria yang mulai keriput, tapi melihatnya sebagai pria yang mencintai saya. Itu membuat saya seperti muda lagi," kata Marlene (56) salah seorang pembaca yang membagi pengalamannya.
(Sumber Kompas)

HIPERTENSI BISA DSERTAI DIABETES

Jika tekanan darah sering diatas 120/90 mmgHg, otomatis risiko diabetes meningkat dua kali lipat. Ini kalau dibandingkan dengan orang yang tekanan darahnya normal. Demikian menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Brigham and Woman Hospital dan Harvard Medical School selama 10 tahun.

Yang dimaksud dengan tekanan darah tinggi adalah ukuran tekanan darah di atas batas normal, baik saat kita sedang santai, terlebih saat kita sedang marah atau stres dalam jangka waktu tertentu.

Diabetes meningkatkan risiko darah tinggi sebab penumpukan gula dan kolesterol menyebabkan pengerasan pembuluh darah arteri. Ujung-ujungnya darah tidak mengalir lancar, sehingga tekanannya menjadi naik. Selain menjadi pemicu darah tinggi, penyakit diabetes juga bisa menjadi penyakit "bayangan" untuk gagal jantung dan gangguan fungsi ginjal.

Segera memeriksakan diri ke dokter, manakala kita curiga tekanan darah sudah di atas normal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat risiko diabetes. Untuk mencegah risiko penyakit berat lain seperti jantung dan ginjal, minta agar dokter melakukan tes rutin bagi penderita darah tinggi, yaitu:
- Tes urin untuk memeriksa kadar proten dalam air seni
- Tes darah untuk memeriksa apakah ginjal kita berfungsi dengan baik.
- Tes kadar kolesterol
- Tes EKG untuk memeriksa kesehatan jantung.

Perlu juga kita ketahui bahwa tekanan darah tinggi bukanlah suatu penyakit seperti flu yang bisa sembuh karena menelan obat. Tekanan darah tinggi harus diatasi dengan perubahan gaya hidup. Rutinlah berolahraga, cegah obesitas, batasi garam, dan hentikan kebiasaan merokok.
(Sumber Kompas)

UKURAN CELANA RESIKO KANKER

Jangan abaikan ukuran pinggang dan pangkal paha yang makin lama terus bertambah diameternya. Tanda kegemukan di dua bagian tubuh ini merupakan sinyal telah terjadi penumpukan lemak dalam perut.

Penumpukan lemak tersebut biasanya tersembunyi dan mengelilingi organ-organ di sekitar perut serta berkaitan dengan penyakit diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi serta risiko penyakit jantung.

"Sejak lama sudah ada hipotesa yang menyatakan bahwa ukuran pakaian kita merupakan tanda yang nyata terjadinya obesitas dan lemak di bagian dalam perut," kata Dr Laura AE Hughes, dari Maastricht University, Belanda.

Menggunakan informasi dari 2.500 pria dan wanita yang terlibat dalam studi mengenai diet dan kanker, para peneliti mencoba membenarkan kaitan antara ukuran pakaian dan ukuran pinggang serta paha, dengan indeks massa tubuh. Menurut para peneliti, ukuran rok atau celana panjang seseorang di masa kini berkaitan dengan risiko kanker di masa depan.

Selama 13 tahun masa penelitian, para peneliti menemukan bahwa pada wanita, ukuran rok yang besar bisa meramalkan risiko terjadinya kanker endometrium. Sementara pada pria, ukuran celana panjang yang besar bisa dipakai untuk memprediksi risiko kanker ginjal.
Pada laki-laki, ukuran lingkar pinggang perlu diwaspadai bila lebih dari 90 cm, sedangkan untuk wanita, lebih dari 80 cm.

"Di masa depan hal ini bisa membantu studi epidemiologi untuk mengumpulkan data ukuran pakaian selain juga berat dan tinggi badan, terutama pada populasi masyarakat yang rawan obesitas," kata Hughes.
(Sumber Kompas)